Tidak Ada Referensi Hilal Awal Syawal1437H Teramati di Wilayah Indonesia
By Admin
nusakini.com--Pakar astronomi dari Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama Cecep Nurwendaya menegaskan bahwa tidak ada referensi empirik visibilitas (ketampanan) hilal awal Syawal 1437H bisa teramati di seluruh wilayah Indonesia pada hari Senin (04/07) ini.
Hal ini disampaikan Cecep saat memaparkan data posisi hilal menjelang awal bulan Syawal 1437H/2016M pada pada Sidang Itsbat Awal Syawal 1437H, Jakarta, Senin (04/07).“Semua wilayah Indonesia memiliki ketinggian hilal negatif. Hilal terbenam terlebih dahulu dibanding matahari,” terang Cecep di hadapan Menag Lukman, Ketua MUI KH Makruf Amin, dann Ketua Komisi VIII Ali Taher. Hadir juga dalam kesempatan ini para duta besar negara sahatat, pimpinan ormas termasuk NU dan Muhammadiyah, pakar astronomi dari LAPAN dan Planetarium Boscha, serta para pejabat Eselon I dan II Kementerian Agama.
Menurut Cecep, penetapan awal bulan hijriyah didasarkan pada hisab dan rukyat. Proses hisab sudah ada dan dilakukan oleh hampir semua ormas Islam. “Saat ini, kita sedang melakukan proses rukyat, dan sedang menunggu hasilnya,” terang Cecep.
“Secara hisab, awal Syawal 1437 H jatuh pada hari Rabu. Ini informasi, konfirmasinya nunggu hasil sidang itsbat, menunggu hasil laporan rukyat,” tambahnya.
Dikatakan Cecep, rukyat adalah observasi astronomis. Karena itu, lanjut Cecep, harus ada referensinya. Cecep mengatakan bahwa kalau ada referensinya diterima, sedang kalau tidak berarti tidak bisa dipakai.
Lantas bagaimana posisi hilal awal Syawal 1437H? Berdasarkan data di Pelabuhan Ratu, posisi hilal awal Syawal 1437H/2016M di Pelabuhan Ratu secara astronomis: tinggi hilal: minus 0,78 derajat; jarak busur bulan dari matahari: 4,53 derajat; umur minus 12 menit 22 detik. Pelabuhan Ratu termasuk paling tinggi. Ijtimak terjadi setelah matahari terbenam. Jadi sejatinya hilal belum ada karena ijtimaknya saja belum.
“Hilal tidak mungkin dapat terlihat sebelum terbenamnya matahari. Hilal juga tidak mungkin dapat terlihat setelah terbenam,” tambahnya.
Sementara itu, lanjut Cecep, dasar kriteria imkanurrukyat yang disepakati MABIMS adalah minimal 2 derajat atau umur bulan minimal 8 jam. Ini sudah menjadi kesepakatan MABIMS.
Sehubungan itu, kata Cecep, karena ketinggian hilal di bawah 2 derajat bahkan minus, maka tidak ada referensi pelaporan hilal jika hilal awal Syawal teramati di wilayah Indonesia. “Dari referensi yang ada, maka tidak ada referensi apapun bahwa hilal Syawal 1437H pada Senin ini teramati di seluruh Indonesia,” tandas Cecep.
Selain itu, lanjut Cecep, juga tidak ada referensi empirik visibilitas hilal jika hilal awal Syawal teramati di wilayah Indonesia. Menurut Cecep: Limit Danjon menyebutkan bahwa hilal akan tampak jika jarak sudut bulan – matahari lebih besar dari 7 derajat. Konferensi penyatuan awal bulan Hijriyah International di Istambul tahun 1978 mengatakan bahwa awal bulan dimulai jika jarak busur antara bulan dan matahari lebih besar dari 8 derajat dan tinggi bulan dari ufuk pada saat matahari tenggelam lebih besar dari 5 derajat.
Sementara rekor pengamatan bulan sabit dalam catatan astronomi modern adalah hilal awal Ramadlan 1427H di mana umur hilal 13 jam 15 menit dan berhasil dipotret dengan teleskop dan kamera CCD di Jerman.Bahkan, dalam catatan astronomi modern, jarak hilal terdekat yang pernah terlihat adalah sekitar 8 derajat dengan umur hilal 13 jam 28 menit. Hilal ini berhasil diamati oleh Robert Victor di Amerika Serikat pada 5 Mei 1989 dengan menggunakan alat bantu binokulair atau keker.(p/ab)